"di sini drama dimulai, di ruang hampa yang penuh kisah."

Home Facebook kosong Twitter Contact
About Me

Foto Saya
Buku Diary sudah lama tak tersentuh sejak ada diary online seperti ini. dan, karena ini online, dan sudah pasti bukan lagi menjadi rahasia bagi diri sendiri. maka, tidak semua yang anda baca ini hasil dari cerita nyata si penulis :p

Credits

Image
Blogskins

Jadilah Teman Ary

Twitter Ary dhruva

Sedetik, kemudian puisi
Jumat, 29 Juli 2011



Sedetik, kemudian hujan menderu, seperti diburu waktu, jatuh lalu berlarian, tak perlu diantar : gerimis atau geluduk.

Bahkan, secangkir kopi belum sempat diseduh, belum dingin, baru empat kali putaran sendok mengikuti arus jam detak.

Jatuhan hujan seperti detak yang mencipta melodi dari sebuah piano. Seirama dengan detak jantungku : alunan rindu.

Menunggu hujan reda, sambil menyeduh secangkir kopi. Tunggu beberapa waktu, ampasnya biar mengendap, rasanya pahit.

Sepertinya, jodoh juga masalah menunggu. Bisa jadi jodoh sedang dipinjam orang. Atau kehilangan arah lalu tersesat di tengah jalan. Parahnya, jika yang kau tunggu sedang jatuh di depan orang. Tunggu beberapa waktu sampai pahitnya mengendap, bersama secangkir doa yang siap kau sesap. Beruntungnya, jika jodoh yang kau tunggu sedang mempersiapkan diri. Semisal menunggu hujan sampai reda. Jangan tutup pintumu ! barangkali sebentar lagi datang.

Lalu, kupilih menikmati dentuman hujan bersama secangkir kopi. Aku sedang menunggu. Kau tau, apa yang paling kusuka ? Aroma petrichor.

Entah kenapa, bagiku hujan seperti punya nyawa. Hei, lihat ! Kaki-kaki runcingnya melompat-lompat. Dia sedang menghibur, atau menggodaku ? Ah dia meledekku. Barusaja hujan mengantar rindu. Warnaku merah jambu. Tapi tetap, sedang menunggu.

Hujan.
Sedetik, kemudian puisi.


JARAK
Selasa, 26 Juli 2011



Bukan tentang batasan tempat yang memisahkan.
Atau, tentang ruang dan waktu yang begitu ketat menyekat.
Kita masih dekat dalam tatapan mata.
Bahkan sapa tak semena-mena menyentuh gengsi.

Seperti ini sudah jauh membuatku bersyukur.
Dekat dan selalu dekat denganmu.
Duduk di sampingmu dan menatap lekat-lekat mata jelagamu.
Telingaku bahkan akrab bersama ceritamu.
Ya, kali ini hanya mulutku saja yang pandai membohongimu ketika ikut tersenyum melihatmu bahagia membumbui ceritamu dengannya.
Sedekat apapun saat ini, hati tetap jauh tak bertepi.

Mulutku; tak pernah pandai menangkap sinyal yang dikabarkan hatiku.
Bahkan, berkali-kali ditemukan retak berkeping-keping.
Jiwaku hilang entah kemana.
Aku, yang tak pernah sedikitpun di hatimu.
Dan kamu, adalah hati yang sedang kuharapkan, yang tak kunjung datang.

'' sampai saat ini
rasaku bertahan di sini
rasa yang tak akan hilang oleh waktu ''

kemudian, jarak terjauh itu seperti ini; ketika aku sedang menunggumu menghampiriku, sedangkan kamu sedang jatuh di depan orang lain


Kini, aku tetap menunggumu.
Satu-satunya yang kuinginkan; kamu.
Sampai nanti, air mataku bersama senyum bahagiaku.

NB : inspirasi dari lagu seventeen yang berjudul hal terindah.
Kalau gak sama ya maklum aja, namanya juga amatiran.
Syukur-syukur bermurah hati memberi kritik yang membangun ^^


Sabtu; senja menebar sendu



Hari yang sangat kunanti. Seharian, sama sekali ponselku tak berdering olehnya. Rindu sudah demikian mengabu. Dan kini, saat yang kutunggu untuk bertemu. Seperti biasa anak muda menghabiskan malam minggunya bersama kekasih.

Sejak senja semangatku sudah berapi-api. Sudah mandi, rapi dan bau wangi.

Sudah tak terhitung berapa kali tubuhku bergerak mondar-mandir keluar masuk rumah. Semenit, dua menit, sampai setengah jam. Mataku tak pernah luput mengecek jam tangan.

Sudah jam 5, kekasihku tak kunjung datang. Ibu menghampiriku dengan mata berkaca-kaca. Dengan deraian air mata yang basah di dinding pipinya.

"tidur dulu nak, nanti kalau dia datang ibu kasih tau"

Manut saja aku diantar ibu ke kamar bersama tatapan kosong yang menghias pandanganku.

Sedang, di rumah kekasihku; Keluarganya sedang berkumpul, Tepat 7 hari mereka bertahlil untuk kekasihku.

"aku mengkremasi rindu. dan ketika menjadi abu, kutebar pada ladang yang sendu. Kamu"


Kamis, 21 Juli 2011



Seusai meneguk segelas rindu,
Mereka mendapati tubuhku gemetar,
Kemudian tak sadar diri karena mabuk,
Rindu membawa candu,
Kemudian mencambuk puisi sampai memar,
Rinduku terseok-seok,
Meminta belas kasih pada rindumu.


Citeureup, 20 juli 2011





Petani menebar benih bukan untuk ditinggalkan, tapi tak pernah telat menuai ketika tumbuh subur.


Rabu, 20 Juli 2011



Bagaimana sajak-sajak pernah kau pungut dengan begitu lembutnya.
Ia hidup dalam lorong-lorong nadimu.
Sampai di jantung, lalu membunuhmu.
Mereka hidup !


( citeureup, 2o.o7.11 )


Selasa, 19 Juli 2011



Tak perlu menggelitik langit sampai menangis.
Hujan sudah turun dengan murahnya.
#SajakDungu



sudah kau pungut jemuran malam ini ?
Sudah kering, hatiku tak juga kau pungut !
#SajakDungu


Senin, 18 Juli 2011



Satu hari, saat hujan deras.
Secangkir teh panas pernah tersaji saat kemejamu basah kuyup.
Kau tau, usahamu takan pernah sia-sia.
Bukan karena sekotak coklat hati yang kau bawa di bawah badai hujan.
Tapi lebih dari segalanya.

Dan, tentang satu kalimat yang tak sempat kusampaikan padamu.
Sebelum kau benar-benar pergi.
"aku tak pernah menyesal pernah memilihmu"


Untuk langit yang kehilangan senja



Jingga melukis langit sore begitu rupa.
Hingga kulihat senja tenggelam di matamu perlahan.
Burung-burung berarakan.
Entah pulang atau hilang.

Kemudian hujan turun tanpa pertanda.
Mungkin ada yang kehilangan.
Hai langit.. Bersabarlah sampai esok, senja akan datang lagi bersama matahari.


Karna hujan, adalah puisiku



Seperti sentuhan pertama hujan di bulan juli.
Selalu membuatku tak pernah berhenti mengagumimu.
Dari rintik pertama, saat diantar gerimis, hingga tetes terakhir saat gerimis mengantar pulang.
Tapi di sini rumahmu.
Tak pernah bersusah payah aku menunggumu.
Datang secara tiba-tiba.
Karna hujan, adalah puisiku.


Tentang kamu : hujan
Minggu, 17 Juli 2011



Udara dingin membangunkan tidurku sore ini. Dan tak berapa lama hujan turun tanpa pertanda. Ini kiranya, kau membangunkanku.

Hai hujan, selamat sore :)
Maaf, aku baru bangun tidur. Kau lihat, tanganku masih sibuk mengucek-ucek mataku. Boleh kau tetesi mataku, aku ingin terhipnotis pesonamu.

Kau tau ? Aku ini pengagummu, entah sejak kapan awal pertama aku jatuh hati padamu. Yang pasti, aku selalu menyukai keberadaanmu.

Aku duduk manja di bawah beranda, dan kau adalah teman berangan-anganku. Aku suka berangan-angan tentang esok, melambungkan asa yang tinggi. Tapi tak jarang kau mengantarku menengok masa lalu.
"sebentar saja, aku tau kau ingin berpuisi" itu katamu saat mengantarku.
Konon 'gerimis' pernah berkata, puisi mengalir dalam darah dan setiap tetes darah mengalir karena goresan luka. Itu sebabnya puisi dan luka memiliki hubungan erat. Lalu, apa yang paling sering menemani rasa sakit kita ketika terluka ? Air mata. Ya, meskipun tak semua air mata terlahir dari luka.

Ketika air mata telah mengalir dalam puisi, aku akan keluar berdansa bersama hujan. Karna, tiap tetes hujan mampu menelantarkan luka dan membasuh air mata.

Terimakasih hujan, kau inspirasiku. Kau puisiku.
Aku mencintaimu dengan segala riuhnya.


Bogor, 17 juli 2011


Tapi bukan aku



Ketika itu, cinta pernah terjatuh dari genggaman yang tidak terlalu erat. Entah apa yang membuatnya, yang pasti karena tidak adanya kekuatan untuk menggenggam.

Adakah sesuatu yang (sudah) jatuh, akan bisa kau ambil lagi dengan keadaan yang sempurna seperti sedia kala ? Ada baiknya kau belajar sedikit menghargai.

Seperti hujan, saat ia terjatuh ke bumi, buru-buru tanah menyesapnya. Tak mungkin langit berkesempatan memintanya. Atau seperti daun yang luruh dari rantingnya, tak ada kesempatan juga untuk mengambilnya lagi, sudah jauh pergi terbawa angin. Atau seperti kaca yang pecah ? Mencoba menempelnya lagi, meskipun bisa, tetapi tetap ada sisa retakannya. Berkacapun tak akan membuatmu sempurna bukan ?

Sesuatu yang pernah kau jatuhkan jangan kau coba minta ia kembali sesempurna sediakala.

Kau mungkin tak punya hati, hingga tak mengenal kata JERA.

Menangislah sekarang.. Lalu belajarlah menghargai ketika cinta yang tulus menghampirimu. Selamat berjuang mendapatkannya lagi, tapi bukan aku.


Bogor, 13 juli 2011


Masih mau menungguku ?



Hey, kamu, selamat malam :)
Hujan sedang menyiram kota ini, udara dingin menyelimuti tiap-tiap rusuk kulit ariku.
Entah sihir apa yang dirapalkan hujan, setiap ia datang, hanya bayang-bayangmu yang mengikuti tiap ujung rintiknya, dan disetiap selanya, ada rindu yang terbawa.

"Bagaimana di kotamu ?"
Sejak saat itu aku mulai sering menanyakan ini padamu. Ratusan kilometer bukan jarak yang dekat untuk kita. Itu sebabnya aku membenci kata jarak. Bagaimana aku bisa memantaumu ? : hatimu.

Sebenarnya aku pecinta hujan--aku sudah sering bilang, kan ? Aku pecinta hujan dengan segala riuhnya. Hanya saja aku sering terjebak pada kenangan, dan bertemu lagi dengan kamu.

Jika jarak bukan alasan untuk kita saling melupakan, baiknya kita berbaik-baik pada rindu, supaya tak begitu menusuk jantung paling dalam kita. Bertemanlah layaknya sahabat yang baik.

"aku mencintaimu, dengan sangat"
Aku yakin, kamu tau itu. Apakah ada yang aneh ? Karena firasat pertama. Haha, ini konyol. Ada cinta yang menusuk sampai akar paling dalam, hatiku.

Anggaplah ini seperti mantra, supaya kau tau aku tak sekedar omong kosong.
Masih mau menungguku ?

Sekali lagi kutanyakan : masih mau menungguku ?

Tunggulah aku dengan doa-doa dalam sujudmu, akupun sabar.

Doakan aku ya..
Karena aku sungguh mencintaimu.


Kotaku : Bogor, citeureup.


Untuk : kamu



Aku katakan ini konyol. Lebih konyol lagi, aku tetap melakukannya meski sudah kutau : ini konyol ! Tulisan ini sebenarnya ditujukan untukmu. Tapi hanya terkirim konyol di dunia yang tak kasat mata, matamu.

Aku tau tak akan ada jaminan bakal kamu baca. Mungkin tulisan ini hanya lewat di halaman home kamu, lalu tertutupi lewat postingan teman-teman maya kamu, atau bahkan karena-kamu berhari-hari tidak menyentuh akun ini.

Tapi tak apa, aku melakukan ini bukan untuk kamu tau, tapi untuk aku merasa lega. Karena rasa ini sudah keterlaluan. Menyimpannya terlalu lama hanya akan membuatnya sesak.

Begini, aku menunggumu. Masih di tempat yang sama ketika terakhir kali jantung kita berdetak seratus kali lebih cepat dari biasanya, saat kita saling melempar senyum. Masih ingat dengan sangat saat kamu berkata sebelum akhirnya kamu benar-benar pergi "saat semua sudah baik-baik saja, kita pasti bersatu lagi.." nyatanya sampai-sekarang kita belum pernah bersatu lagi. Sempat kukira saat itu adalah saat 'baik-baik saja', saat kita kembali melempar senyum. Ternyata belum. Aku menunggumu dengan diam, andai kamu bisa mendengar sedikit lebih peka.

Aku tak pernah bermaksud untuk mengusikmu, tidak juga mengganggumu dengan meneriakkan perasaanku agar kamu tau, atau mencari-cari perhatianmu agar kamu menoleh padaku. Aku tetap pada posisi diamku, tapi siap menangkapmu jika kamu terjatuh, nanti.

Kita masih sering berada di jalan yang sama, saling bersimpang jalan. Kita masih saling menginginkan untuk mendekat, tapi enggan untuk melangkah. Tak ada lambaian tangan, hanya bau parfum saja yang menyengat hidung.

Suatu hari, ketika kamu merasa jatuhmu tidaklah amat kesakitan karena tepat tertangkap. Kamu jangan terburu-buru takut, itu cuma aku...

Seperti inikah, 'baik-baik saja' ? Atau memang sebenarnya tidak pernah ada ?

Hai, aku masih menunggumu..


Buanglah (sampah) kata pada tempatnya !
Senin, 11 Juli 2011



Waktu sudah (hampir) menuju tengah malam, mataku tak juga terpejam. Malam yang sunyi...

Malam, sepi, sunyi, hujan, musik, suara dengung nyamuk yang terdengar menggelitik. Katakan satu alasan aku tak menyukainya ! Tak ada.

Apa yang paling enak dilakukan ? Berbaring sambil jalan-jalan di dunia tak kasat mata. Sembari otak liar mencari inspirasi, siapa tau ada yang ikut nyantol. Hehe

Ini bukan sebuah syair yang biasa mencabik-cabik malam, bukan juga dongeng kacangan. Apa ? Ini cuma sampah.. Iya, terlalu banyak kata-kata yang tak beruntung terangkai dari otakku. Ya di sini, aku ingin membuangnya.. Haha. Seorang penyair berkata, padahal ini (yang disebut sampah) bisa saja menjadi sesuatu yang bernilai emas jika jatuh diotak yang tepat. Sayang otakku tak sekreatif mereka (yang disebut penyair).

Tadinya pengen bikin cerita fiksi. Cuman, cuma berhenti di seperempat jalan. Gak bisa ngapa-ngapain. Burem aja pandangan, gak tampak arah depan.

Atau, mau bikin puisi. Halah.. Apalagi itu, nilainya paling cuma empat !

Seorang penyair yang juga menjadi dosen di universitas negeri di jakarta pernah memberi tips padaku lewat akun twitter. Katanya, kalau menulis itu perlu dilatih, tulis apa yang ada di kepalamu, tulis apa yang ingin kamu tulis.

Kemudian aku bertanya lagi,
Gimana caranya menulis yang bagus mas ?
Dia cuma menjawab : tulis tulis tulis.

Bleh.
Emang dasar akunya gak punya bakat nulis, malah bingung pah poh..

Yawislah, nulis sembarangan ae.
Ya... Daripada cuman bengong ndengerin nyamuk dan gerimis, mending buang (sampah) kata-kata di sini.

Buanglah kata pada tempatnya !





Berhenti di titik. Ketika tanda tanya tak mampu menjawab ? Dan tanda koma enggan melanjutkan, titik.


Kamis, 07 Juli 2011



Mari berputar-putar di bawah gerimis. Merayakan langit yang sedang sendu. Hidup memang patut dirayakan. Tapi sayangnya aku lupa cara menikmatinya. Ketika detik berada di titik ini.

Aku masih ingin menari di bawah gerimis. Mengemban memang berat, ini caraku berharap Allah meluruhkan bebanku. Bersyukur.

Ada di sana, jarak ratusan kilometer. Ya, aku menyayangi mereka.

Ya Allah... Turunkan gerimis di kota yang berbeda. Tempat dimana yang kusayangi tinggal. Tebarkan kebahagiaan padanya...


Selasa, 05 Juli 2011



Seperti sepi yang kerap mereka benci. Konon, sepi kerap kali melilit rongga dadanya. Membuatnya lupa cara bernafas. Membunuh pelan-pelan. Tapi bagiku, sepi yang mengajariku seperti ini.

Dan hujan, adalah anugrah. Yang menebar jutaan kata-kata, dan menyelipkan kenangan di sela rintiknya.

Dan kamu (maaf, aku meminjam kata kamu), adalah nyawa dalam puisiku.


Total Pageviews

Web Site Visitor Counter

Tinggalkan pesan di sini :)


ShoutMix chat widget


Waktu Indonesia Bagian Barat

Ads

Place your Google Ads/Nuffnang ads here.

Hits

Tracking stats here.

All writings found on this blog shall not be reproduced without permission.