"di sini drama dimulai, di ruang hampa yang penuh kisah."

Home Facebook kosong Twitter Contact
About Me

Foto Saya
Buku Diary sudah lama tak tersentuh sejak ada diary online seperti ini. dan, karena ini online, dan sudah pasti bukan lagi menjadi rahasia bagi diri sendiri. maka, tidak semua yang anda baca ini hasil dari cerita nyata si penulis :p

Credits

Image
Blogskins

Jadilah Teman Ary

Twitter Ary dhruva

5.40
Selasa, 23 Agustus 2011



Tepat di waktu senja meronakan langit di batas cakrawala.
Percakapan dua orang tengil :

Fiar : ge di mana si ?

Ary : Aku lagi di angka 5. Jom tengok !
Bagaimana ? Lihat rumahku tidak ? Aku di angka 5.

F : maaf dik.
aku pake jam inggeris, jd pakenya 17pm.
ga nemuin angka 5 dibenakmu.

A : Ya.. Kan menunjuk angka 5 juga dg garis to pak lek.

F : drup. . .
jgn tinggalin aku di angka 40. . .

A : Heh, ngapain km di angka 40 ? Jauh lah aku di angka 5

F : aku sengaja di angka 40.
biar qt ketemu pas adzan.
5.40

F : jgn kmn2 ea !
aku msh ingin buka puasa.
biar ada disampingmu.
wkqkqkqkqkq

A : Aku udah pergi. Kalau pengen ketemu lagi, lalu duduk di sampingku. Temui aku lagi selepas subuh.

#KemudianHening


ketidakjujuran



kuharap, sepi segera menjeratmu. sebagai ketidakpatuhanmu pada kejujuran. mungkin kau tak ingat, bagaimana perihnya karma. sebagai penghukum paling kejam di dunia.

selama ini TUhan diam. sebagaimana doa-doa yang kutebar, berharap segera meminta jawab. celakanya, kamu yang ada di rahim doa-doaku.

aku patuh, aku menjaga diri baik-baik. dari lenaan dunia yang karanya surga bagi pezina. oh Tuhan, kau tau itu. sebab itu, aku menagih janji-Mu. dia, yang bagiku sangat sempurna kepatuhannya kepada-Mu.

dan Kau, tetap diam sampai saat ini. atau, ini cara Tuhan menjawab doa-doaku ?

aku meminta kebersamaanku dengan dia. kebersamaan abadi. tapi aku lupa, aku lupa meminta kacamata yang pas.

Tuhanpun masih diam. atau ini, cara Tuhan menjawab doa-doaku ? entahlah.

ketika pada suatu masa, mataku tergerak-untuk-sebuah-penasaran pada fakta yang masih tertangkap.

oh sepi, oh karma, oh sendiri.
jeratlah dia.
lalu hukum dia atas keadilan.
sungguh, aku kecewa.

oohh... aku kejam ? lebih kejam mana daripada penduata atau pezina ? sudah tidak ada toleransi atas ketidakjujuran. ini hubungannya dengan hati. ya, hati adalah sebagian organ tubuh terlemahku..
atua, aku harus membeberkan atas perilaku dustamu kala itu ? ah, tidak perlu. aku muak. biarlah karma yang menunjukkan dengan adil.


Di bawah langit kota hujan
Sabtu, 20 Agustus 2011



Di bawah langit kota hujan.
Di sini pernah ku ukir kenangan
Bersama penantian juga harapan
Hampir selalu ada canda tawa

Tentang hari ini,
Saya tau, ada air mata yang sengaja saling kita sembunyikan
Tapi begitulah, perpisahan
Saya tau, kita saling tidak rela
Tapi begitulah, Tuhan menciptakan jarak
Airmata hanya sementara, kita harus tegar

Hujan, suatu saat nanti (entah kapan)
Semoga kau menjemput dan mengantar aku kesini lagi, ke kotamu
Untuk melepas rindu pada tiap kenangan
Ini sangat berkesan, menyenangkan tinggal di rumahmu.

Citeureup, 20 agustus 2011


Malam merindu
Rabu, 17 Agustus 2011



Malam ini, hujan memang sedang tidak menjamah kotaku. Aku sibuk mencuri padang dengan jam di dinding. Tiap detaknya yang terdengar adalah melodi sunyi. Jarum jam di dinding tergeletak sesaat pada arah Barat laut.

Di luar sana, langit semakin pekat tanpa sedikitpun awan abu-abu. Dan yang paling kusuka, pendar-pendar bintang semakin centil menggodaku. Aku suka bintang.

Tak akan kusesali perkenalanku dengan malam. Ia adalah ladang yang subur, dimana siap kupanen bait demi baitnya.

Sederhana saja aku menikmatinya. Duduk di teras dengan sepasang cangkir. Satu cangkir berisi kopi, untukku. Dan satu cangkir lagi berisi rindu yang siap kusesap. Kamu.

Dari jarak ratusan kilometer dari kotaku, aku bersyukur kita masih menatap pada satu langit yang sama.

"carilah satu bintang yang paling terang di antara bintang yang lain, dan tak berpindah tempat. Di sana dhruva menjelma." kataku, pada sebuah ujung perpisahan.

Sebuah rindu barusaja kulipat menjadi pesawat kertas, kutiupkan waktu sampai ke Semarang, semoga sampai di tempatmu. Dan waktu, tak urung memangkas jarak.

Citeureup, 16 agustus 2011


Merdeka ?
Selasa, 16 Agustus 2011



Katanya negaraku sudah merdeka , tapi aku tak mengerti arti dari kata merdeka yang sebenarnya.

17 agustus itu memperingati hari yang dulu, tapi apa gunanya untuk sekarang ?

Kepada bapak presiden yang baik hatinya;
Tolong jelaskan, 'merdeka' di tahun 2011 itu seperti apa ?

Dari gosip-gosip yang saya dengar, kabarnya sedang musim korupsi ya ? Semacam itukah ? Mer-de-ka !

Merdeka untuk kalangan yang berkuasa ?

Dulu, saat masih duduk di bangku sekolah, sejarah adalah sebuah cerita yang kuimajinasikan sendiri.

Tapi di periodenya bapak-presiden-yang-baik-hatinya, mungkin sedang menciptakan sejarah dalam bentuk drama.

Ah, entahlah.
Aku ini hanya generasi muda yang payah. Arti kata merdeka saja tidak mengerti !





Aku mengerti, tapi aku terdiam. Mulutku terkunci ego. Dan aku, sedang merintih kesakitan bersama diamku.

Kau bilang, ini suatu kesalahan besar memelihara ego. Tapi ini bukan tanpa alasan, kataku. Sebab dan akibat itu satu kesatuan yang nyata. Bahkan sebelum ada hujan yang lebatpun, kerapkali matahari berpijar sangat terik. Atau, kita tunggu saja sampai senja terengah-engah di perempatan jalan ?

Aku ini sedang mengikuti caramu. Tapi kamu berontak ? Lalu harus bagaimana ? Atau, aku diam saja. Tapi ini suatu kesalahan bagimu.

Aku ini bukan Tuhan. Akupun tak diberi jatah kesabaran yang melimpah. Ada masanya aku lelah, lalu pergi dengan peluh yang menderas. Memang, kubiarkan menderas, biar peluh semerta menghapus jejakku. "aku lupa jalan pulang", suatu saat jika kau meminta kembali.

Citeureup, 16 agustus 2011


Rumah
Senin, 15 Agustus 2011



Kamu boleh datang ke rumahku lagi. Mengetok pintu, kemudian bertamu seperlumu saja. Atau sekedar ingin bercerita, apa saja. Ya, kalau sedang tidak repot pasti kudengarkan. Kalau sedang tidak repot lhoya..

Rumahku sudah rapi kan ? Dulu, saat kamu menetap, kemudian memilih untuk pergi, rumahku berantakan sekali. Aku juga ikut berantakan, tatkala aku kesepian di rumah. Sesekali teman demi teman datang menasehatiku. Susah sekali saat itu, merapikan rumah seorang diri. Beberapa barang berserakan, dinding menjadi kusam, lantai bahkan berkerak, luka ada dimana-mana. Susah sekali menghilangkannya sampai benar-benar bersih.

Sekarang sudah rapi seperti ini, kau bilang menyesal sudah meninggalkanku sendirian. Lalu, kau minta tentang ketulusanku yang dulu, untuk singgah lagi menemaniku. Tapi ketahuilah, ketulusanku yang dulu memberi sekarang berubah menjadi mengikhlaskan.

Kamu lupa, tentang luka ? Iya, luka yang benar-benar kau tusukkan tepat di jantungku, tepat di depan mataku, tepat di saat aku benar mensyukurimu. Aku kecewa.

Tak ubahnya aku adalah bumi dan kamu astronot yang rela meninggalkan bumi ke bulan hanya atas dasar penasaran.

Keikhlasanku berupa tidak membencimu, tapi boleh tetap menyimpan luka kan ?
Juga masih kuijinkan kau untuk tetap datang, tapi ingat, bukan untuk menetap.

Kamu cukup datang, kemudian bertamu seperlumu saja lalu pulang lagi ke tempatmu. Ooh iya ! Itupun selagi belum ada orang lain yang singgah menetap di rumahku lho. Kalau ada ? Ya harus ijin dulu, aku tak ingin mengecewakannya :)

"Aku bisa saja mencintaimu dan mengatakannya. Namun ketika engkau pergi, dan saat kau kmbali,cinta adalah kata yang terlupakan. Ingatkah kau ?"





Aku merindukan sepi. Saat dimana dengan mudah mengeja kesunyian. Lalu, suara-suara kenangan mengintai daribelakang.

Lihat aku, yang meringkuk di sudut. Memunguti puing kata-kata. Aku ingin mengabadikannya.

Dan kamu, adalah debar yang pernah menjadikan nyawa. Disaat doa-doaku menjadi denyut nadi 'kita'. Mungkin, dulu hatiku dan matamu adalah kawan lama. Saat matamu memandang, hatiku akan berjingkrak-jingkrak.

Coba kita 'bertemu lagi' ?

Atau, akan ada diam kita yang membawa kabar yang sama ? Hingga pada akhirnya salah satu diantara kita kecewa sebab penyesalan. Akan ada hati yang terluka, kemudian terkesan 'memaksa' untuk sekedar berbahagia di atas kesedihan orang lain.

Oh malam oh bintang. Semakin gelapnya engkau, semakin berpijarlah nyala bintang. Jangan redupkan untuk dia, dimana aku, yang pernah menjadi bintang hatinya.

Oh sunyi oh sepi. Celakanya, aku masih mengingat. Dimana janji tak juga sependapat dengan waktu.

Bahkan untuk sebuah perkenalan yang tak sengaja dan pertemuan yang 'berkesan'. Apakah sebuah kebetulan, saat tangan Tuhan menepukkan tangannya ? Juga tentang sepakat perpisahan yang juga bukan suatu kebetulan.

Tapi untuk detik ini (saat aku menulis), telah ada sebuah melodi yang mengagetkan tanganku, kemudian dengan reflek menuliskannya.

Hai kak, adik menuliskanmu.
Ijinkan aku mengabadikannya ya..





Aku adalah hujan, rintikku adalah kerinduan, dinginku adalah kenangan, aku akan menjeratmu lalu menyuguhkan sunyi yang sepi. Puisi keluar sebagai jerit. Panggil aku gadis hujan.





Sebuah rindu barusaja kulipat menjadi pesawat kertas, kutiupkan waktu sampai ke Semarang, semoga sampai di tempatmu. Dan waktu, tak urung memangkas jarak.


Senja yang kau suguhkan untukku
Sabtu, 13 Agustus 2011



Aku berdiri dengan canggung tepat berada di sampingmu. Sedang menjajakan jus di waktu sesaat sebelum buka puasa. Bersama ke-empat kawanmu yang berjajar di baris kita, sedang teman yang lainnya memilih duduk di bangku yang juga telah kita sediakan. Sesekali kudapati mata elangmu mengarah padaku.

Ketika langitsore mulai oranye jingga dan mulai terbias menjadi warna-warna yang sama di langit. Adzan maghrib berkumandang megah di masjid tengah kota. Alhamdulillah, sudah waktunya berbuka puasa.

Seketika, suasana penuh dengan tawa riuh. Sedangkan aku, sibuk berkutik dengan telepon genggam yang tak sedikitpun lepas dari perhatianku. Bukan apa, ini hanya caraku menyembunyikan rasa canggungku.

"mas ukinya jangan diduain dengan hempon terus atu mbak.. hehe" celetuk dari salah satu temanmu yang mengalungkan tasbih di lehernya, mengagetkanku.

Kemudian, bisikanmu jatuh tepat di telingaku, "asal tidak hatimu saja yang berpaling"

Kemudian hening.
Entah apa, akupun juga kaget dengan kata-katamu. Hanya dengan sebuah handphone lantas kau cemburu. Kemudian kugenggam erat tanganmu. Semoga apa yang kurasa di hati bisa tersalur ke hatimu.

Selesai sholat maghrib berjamaah, tubuhku terayun pada rumah makan cepat saji. Suasana masih terasa hening, setidaknya antara aku dengan kamu. Entah karena grogi atau cemburu yang tak juga usai. Padahal kalau bisa membuka pendengaran sedikit lebih tajam, dari tadi teman-temanmu sedang menggoda kita.

Tahu tidak, aku lebih memilih berjarak dengan tempat dari pada kita berdekatan tapi seperti berjarak seperti ini. Aku mulai sedikit kesal. Tapi tiba-tiba lututmu menyenggol lututku. Aku menengokmu, kamu melihatku. Dan, sekali lagi bisikan kau lontarkan untukku.

"kenapa diam aja daritadi ?"
"kamu juga diam, aku nunggu kamu bicara"

Kenapa harus saling menunggu ? Bukankah itu hal yang menyakitkan ?

Kamu masih ingat kan ? Kalau aku suka sekali memandangi langit senja. Kamu juga masih ingat kan ? Tentang bintang yang selalu membuatku jatuh cinta. Atau, tentang aroma petrichor yang selalu kutunggu dari hujan. Tentang bukit yang sering kau janjikan, di sana banyak bertaburan bintang yang begitu rupa. Celakanya sampai saat ini, aku masih mengingatnya.

Dan, tentang semua, pertemuan di senja itu, meskipun kerapkali degub canggung dan keheningan yang tak sedikitpun menghangatkan, tetap ada senyum lembut yang mengiringinya. Tak tau kan kalau dari tadi aku mencuri senyum-senyum sendiri ?

Terimakasih untuk renja yang pernah kau suguhkan untukku.


Selasa, 09 Agustus 2011



Aku ingin menulis; tentang aku yang tidak bisa menulis, tapi aku tak tau apa yang harus aku tulis, atau, aku tulis saja tentang aku yang tidak tau harus menulis apa ?


Sudah dipanggil tante, tan
Rabu, 03 Agustus 2011



Saat menulis ini, waktu sedang menunjuk angka 01:20. Banyak yang mengatakan ini petang, padahal sudah pagi. Benar ?

Sampai jam hampir menuju setengah dua, mataku tak juga terpejam, memang tak berniat memejamkan. Begadang ? Tidak. Nanggung mau sahur ? Tidak juga. Lantas ? Aku sedang di Rumah Sakit. Karena, setiap di Rumah Sakit aku tak pernah bisa tidur dengan tenang. Padahal Rumah Sakitnya tidak terlihat menyeramkan. Bangunan baru dan bersih. Tapi tetap saja jadi parno bagiku. Jadi, lebih baik tidak tidur. Aku lebih harus menjaga mbak. Kemudian, Pasang headset, putar lagu, menulis ! Beruntung sekali si embak, yang sedang berbaring di tempat tidur mau mengobrol juga. Jadi, ini yang sedang ditemani dan menemani siapa ? Hahaha...

Jadi gini, aku sedang membawa kabar baik. Barusan, aku baru dapat hadiah berupa adek bayi. Ya, ponakan pertamaku sudah lahir ! Hari ini sudah sah jadi tante-tante #apeu! Agak sedikit mendadak sih. Prediksi dari dokter tanggal 8 agustus, tanggal 2 tadi sebenarnya mau kontrol, tapi ada sedikit masalah di posisi dedek yang terlilit usus di lehernya. Yaa daripada mengambil resiko, mending langsung dioperasi saja. Dan, mendadak sekali sore itu. Mas ipar panik, aku tergesa-gesa. Tak sempat makan, tak sempat bawa jaket. Tapi alhamdulillah, dedek lahir dengan selamat, ibunya juga sehat. Meski sekarang sedang nyeri sisa operasi. Dan, cipirili !!! Ponakanku lucu sekali.. Jagoan !! Tak sabar ingin meremas pipinya. Hehehe.. Ohiya, ibu juga memajukan keberangkatannya ke Bogor, juga dengan bapak. Yippie.. !

Ahaha.. Aku sedang senang. Besok pagi mau lihat dedek di ruang bayi. Coba, nangisnya kayak gimana. Hahaha..

: sudah dipanggil tante, tan. Jangan kayak anak kecil terus, yang dewasa. Pesan mbak yang terselip di tengah obrolan. Hidihh.....


Selasa, 02 Agustus 2011



Waktu Indonesia Bagian Dhuha.
Matahari kian merangkak naik.
Tapi bulan puasa, matahari kian diminati, berdesak-desakan memunguti diskonan.


Ramadhan di kampung halaman, aku rindu
Senin, 01 Agustus 2011



Tiba di bulan suci, dimana segala perbuatan baik dilipatgandakan

Saya sedang tidak di tempat, dimana ibu lebih sering berteriak membangunkan mata bebalku.
tempat dimana saat suara imam terasa khas bulan Ramadhan.
tempat dimana buka puasa bersama keluarga adalah bahagia tiada tara.
tempat dimana menunggu kedua saudaraku pulang dari perantauan.

Kali ini, saya sedang bertamu di kota orang.
Tidak jauh beda,
Hanya saja yang dulu 'sering' menjadi 'tidak biasa'

Saya rindu menikmati Ramadhan-Mu di kampung halaman
Tapi lebih dari itu, terima kasihku atas kesempatanku, keluargaku dan saudaraku menikmati karunia ini


Total Pageviews

Web Site Visitor Counter

Tinggalkan pesan di sini :)


ShoutMix chat widget


Waktu Indonesia Bagian Barat

Ads

Place your Google Ads/Nuffnang ads here.

Hits

Tracking stats here.

All writings found on this blog shall not be reproduced without permission.