Cerita duka bermula di sini. Cerita perpisahan.
Kamis, 14 April 2011


Jarum jam sudah menunjuk arah sembilan. Tapi gemintang tak juga datang menemani malam. Masih tampak gerimis yang mengintip di balik jendela. Tangismu tak juga reda ?
Terkadang ada saatnya kita memilih untuk tidak tidur. Bukan. Lebih tepatnya tidak bisa tidur. Makan serasa tidak enak. Hidup serasa tidak berwarna, mungkin saat itu pelangi hanya punya satu warna saja. Abu-abu. Mau apapun juga tidak enak. Luntang-lantung seperti orang linglung.
Mengamati sekitar, yang ada hanya sepi. Seisi rumah sudah terlelap melepas penat. Terkadang hanya terdengar suara anjing tetangga yang melolong. Suara kucing yang mengeong, pernah juga saling bertengkar. Atau terdengar tiang listrik yang dipukul sebanyak tiga kali, berisik! Terkadang terdengar suara jangkrik yang mengerik. Beradu pacu dengan tiktak jam. Entah di belahan bumi yang mana.
Ini malam yang sunyi.
Tengoklah hati ini, sayang. Sesunyi itu mungkin. Semenjak kau tanggalkan kisah cinta kita. Lantas, suara-suara itu ?
: Mungkin semisal kenangan atau angan yang terbawa menemani sepi.
Tak usah berpura-pura simpati kepadaku !
Karna kutau, kau pasti tau aku terluka.
Tak usah kau coba menghibur !
Percuma.
Ini luka juga kau yang tanam.
Sana ! Pergi saja dengan dia dengan mereka.
Aku orang kesekian dari sekian banyaknya.
Biarkan aku sendiri ! Meratapi kebodohanku. Kenapa aku harus peduli coba ?
Untuk apa kau alamatkan rindumu. Di tiap-tiap malam yang kalbu.
Untuk apa kau kokohkan cinta di hatiku. Jika nyatanya kau hanya membatu. Hah !
Biarkan aku sendiri menata hati. Hati yang sudah kau retakkan. Tak usah kau bantu memungut kepingannya. Aku bisa sendiri.
Berhentilah berpura-pura.
Terima kasih, untuk kau yang sudah meninggalkan jejak di hatiku. Selamat menempuh cinta yang baru.
Bye...
