hadiahi aku dhruva
Jumat, 20 Mei 2011
sejak kecil saya memang tergila-gila pada langit malam. memandanginya berjam-jam bukan suatu hal yang membosankan. memandangi bintang yang centil dan langit yang sedikit berawan. saya jatuh cinta........pada bintang. beberapa tahun yang lalu, ketika melewati jalan lurus tanpa hambatan, di kanan dan kiri terdapat hamparan sawah yang sangat luas, dan langit yang dipenuhi bintang. rasanya baru pertama kali itu (dan satu-satunya) saya menemukan tempat yang sangat indah. melihat langit yang penuh dengan titik-titik cahaya bintang yang terang. seperti melihat tatasurya. subhanallah.... membuat saya tak berhenti menengadahkan kepala saat perjalanan. ini cantik sekali ! di sana, tepatnya di desaku, desa karang gesingan. tempat yang baru saja ku temukan keindahannya. sebuah desa yang masih tampak alami. tak banyak gedung-gedung yang dibangun di antara sawah. udara perdesaan yang belum terkontaminasi oleh kepulan kenalpot. suara tokek di malam hari. desa yang pada waktu maghrib, penduduknya sudah menutup rapat-rapat pintu rumahnya. tidak seperti di semarang. saya beruntung memiliki desa yang masih alami seperti itu. dan menemukan tempat melihat bintang yang indah. tiada duanya. saya ingin menemukan moment seperti itu lagi. pada waktu mendekati tengah malam, menyusuri jalan itu dan memandangi langit sampai bosan. atau, sesekali berhenti dan tidur di gubug beratapkan langit yang penuh bintang-bintang. owoowwww !!! saking kepinginnya, saya mendesain atap kamar dengan banyak tempelan bintang-bintang yang bisa menimbullkan cahaya ketika gelap. langit malam, kagumku selalu terhenti padamu. hadiahi aku dhruva tiap malam....
spasi adalah ruang yang memberi jarak antara aku dengan kamu dalam satu kalimat. tidak ada yang salah dengan adanya jarak. karena kadang sesuatu yang terlalu rapat mungkin terlalu menyesakkan. asal jangan kau beri spasi terlalu banyak antara 'aku (spasi) kamu'. karena akan ada sesuatu yang kosong dan sepi.
Ada perasaan yang ingin kusampaikan lewat huruf-huruf. Yang sedang menumpuk di hati. Mengendap tiada rupa. Menyampaikan pada otak supaya diramu berupa kata-kata. Tak sampai menjadi kalimat, Jemari tak pandai membaca. Hanya tertahan tanpa dimuntahkan. Tentang cerita pada malam yang sunyi. Tentang kesepian yang demikian melindungi. Bukan untuk menghindar, tapi untuk berbagi cerita tentang sepi. Biar.. Biar.. Tak usah dipaksa mengindar. Biar belajar pada kesepian, arti sebuah sepi pada sunyi. Dipaksa hanya akan membuahkan penyesalan. Biarkan pergi secara perlahan-lahan. Biar ia terbiasa. Tidak ada yang pernah mengerti. Tidak juga hujan yang datang semalaman. Mungkin dinding-dinding pembatas, atau udara yang sama. Dan, perasaan yang ingin disampaikan hanya tertahan bisu di dalam palung hati.
cinta hanya sebatas ketertarikan fisik
Silahkan ambil bibirku jika kamu menyukainya. Bibir yang tersenyum manis dengan pemulas bibir. Silahkan ambil mataku jika kamu menyukainya. Mata yang katamu lentik nan indah. Silahkan ambil hidungku jika kamu menyukainya. Hidung yang kamu gemasi. Silahkan ambil pipiku jika kamu menyukainya. Pipi yang sering kau elus. Lantas, jika sekarang aku sudah tak punya keindahan fisik seperti itu, masih adakah kau menyukaiku, menggemasi hidungku, mengelus pipiku, kata cinta ? Jika hanya yang kamu suka sebatas fisik yang hanya dipinjamkan untukku dari-Nya. Masih adakah kau bilang cinta dengan setulus hati ?
Ada yang ingin bertemu matahari dengan wajah dipaksa ceria. Berhenti mencari tau. Berhenti pada titik tinggalkan tanya. Usap air mata pada lengan yang gemetar. Ada yang ingin berbagi cerita pada senja. Makna kehilangan yang begitu getir. Seperti matahari yang lelah di garis cakrawala. Terkenang senja yang begitu rupa. Ada yang terkenang pada malam. Diantara sunyi yang memberi ruang. Seperti rindu yang entah. Cacian tak berhenti pada titik. Pada kemunafikan yang kau cuap-cuap. Ada yang ingin mengadu pada gerimis. Lewat patahan-patahan hujan. Pada tetes yang tergelincir di atap mobil. Pada tetes yang membasahi kerak tanah. Ada yang ingin membasuh air mata pada hujan.
sepahit kopi yang tertinggal di tenggorokan
Jarum jam menunjuk angka 5. Pada langit sore, dimana senja sedang menggelantung di batas cakrawala. Menikmati secangkir kopi pahit dengan kepulan rokok di bibir. Duduk di bangku kayu jati yang sudah renta. Di teras. Ku sruput kopi yang masih panas. Rasa pahitnya tertinggal di tenggorokan. Kau muncul dari balik pagar yang tak terkunci. Senyummu masih sama. Lesung pipimu yang dulu kusuka. Tapi kau datang bersama dia, laki-laki yang telah merebutmu dari dekapanku. Pada dekap tulus melindungi. Luka ini belum mengering, sayang. Marah ini belum juga padam. Pahit ini masih terasa getir. Terlebih saat ku tahu kau sudah hamil 2bulan, bersama laki-laki brengsek itu. Bagaimana bisa sayang, november, tepat 2 bulan yang lalu. Ah, kata cintamu sangat meyakinkan Tak malukah kau, datang bersimbah air mata. Memohon ampun padaku. Dengan sebuah undangan pernikahanmu yang masih dalam genggammu. Memohon restu. Tak adakah yang lebih buruk dari ini ? Kau tusuk jantungku dengan sembilu. Kau cabik-cabik, sayang ! Apa guna air matamu. Apa guna maafmu. Apa guna kedatanganmu. Apa guna sayang ... Luka ini belum mengering, sayang. Marah ini belum juga padam. Pahit ini masih terasa getir. Belum juga aku sempat melupakan semua itu, kau sudah datang menambah luka baru. Kau lihat.. Laki-laki brengsek itu, terlihat tanpa dosa sedikitpun. Senyum sinis menggelantung di atap bibirnya. Ingin rasanya kusiramkan kopi panas ini pada muka lelakimu itu. Ini. Kurobek-robek kertas undanganmu di depan matamu. Tak cukup mengobati luka hati.
Mengertilah, kata yang tersusun rapi ini buah dari kemenangan berperang. Mengalahkan gengsi, menyingkirkan ego dan membunuh malu. Sebenarnya cukup sederhana. Cukup mengambil handphone. Goyangkan jempol pada huruf R, I, N, D, U kemudian pilih options lalu send. Pastikan pulsamu masih tersisa. Tapi belum juga dilakukan, gengsi sudah buru-buru membawa pedangnya, ego sudah mengepung dan malu membawa pasukannya untuk menyerang. Aku dikepung. Aku dihimpit hingga susah bergerak. Diam saja. Tapi tetap saja, otakku berputar kencang. Memikirkan bagaimana caranya lolos dari mereka. Sudah lolos dari mereka bukan berarti bebas. Pada slide berikutnya datang rasa cemas memburu. Cemas-cemas menunggu balasan darimu. Tiap kali dering handphone berbunyi, degup jantung terasa sekali. Aku menarik nafas untuk membukanya. Ada raut muka kecewa ketika mengetahui itu bukan dari kamu, kemudian tertawa. Menertawakan diri sendiri. Begitu sulitkah mengakui rindu ? Hanya sekedar dia mengetahui bahwa kita merindukannya. Apakah itu suatu kesalahan besar ? Seperti anak kecil yang ketangkap basah mencuri mangga di rumah pak RT. lalu bilang, "aku tidak mencurinya". Padahal mangga ada di tangannya. Atau seperti orang yang bilang, "aku sudah kenyang". Padahal bunyi "krucuk krucuk" pada perutnya terdengar jelas di telinga. Lalu, bagaimanakah nasib 'rindu' jika disembunyikan sedemikian rupa ?
Pipi yang merona. Gincu warna merah jambu di bibir. Rambut lurus yang tergerai indah. Dialah wanita cantik. Lekuk tubuh yang indah. Tinggi semampai. Kulit putih susu. Dengan balutan baju setengah jadi dan rok yang hanya sekilak tanganku. Dialah wanita sexy. Pria mana yang tak melirik. Pria mana yang tak tertarik. Mati-matian kau bela dia untuk meninggalkan cinta yang lebih tulus. Aku salah menilaimu. Bila cinta adalah seperti itu. Masihkah ada ketulusan untuk orang-orang yang tidak diberi keindahan fisik ? Mungkin orang-orang yang lebih bersyukur dengan kekurangannya. Seperti orang yang tak punya tangan atau kaki sepasang. Dan sebagainya. Adakah ? Lantas sekarang, Mana yang katanya lebih baik dariku. Mana yang katanya lebih dewasa dariku. Mana yang katanya... Ah sudahlah. Kenyataannya hanya hartamu saja yang diinginkan. Kau bilang "persetan dengan cinta !". Hay.... Cinta bisa lebih kejam dari apa yang kau lakukan padanya. Harusnya kau sadari dari awal !
kukatakan, aku tetap temanmu..
Ini adalah dering telepon kesekian yang berbunyi, kesekian juga aku mengangkatnya. Kebiasaanmu menelfonku berkali-kali. Pada sebuah waktu senja. Tidak ada langit yang dibalut jingga dengan elok. Tapi hujan yang turun dengan sangat lebat. Langit pekat. Gelap. Menakutkan. Daun-daun bergoyang hebat. Dering telfon berbunyi dengan berisiknya. Dari seorang teman. Entah apa yang kita obrolkan. Sampai telfon bermenit-menit. Selalu ada jeda pada setiap sepuluh menit. Diulangi lagi sampai sekian. Kebiasaan operator. Setelah lama berbincang, kita berdua diam. Tak ada bahan pembicaraan. Hening. "ada yang ingin diceritakan darimu ?" katanya mengawali. "hehe... ndak ada" dan memang tak ada yang menarik yang ingin kuceritakan. Kemudian obrolan mengalir lagi. Ngalor ngidul. Sepertinya pulsa tak ada artinya. Ada nada kegundahan yang kubaca dari celetukannya. Seperti ada yang ingin dia ceritakan. Tak seperti biasanya. "kenapa ? boleh kok cerita padaku" kataku membuka diri. Kemudian cerita mengalir darinya. Seharusnya aku tak begitu. Membuatnya menceritakan lara hatinya. Membuatnya membuka lembaran pahit kenangan. Getir di hatinya terasa sangat. Membuat suasana menjadi tak karuan. "sebentar aku matiin dulu, sakit banget kalau inget waktu itu" katanya saat cerita ada dipuncah getir. Aku menelan ludah. Aku tau ada tangis yang tersembunyi. Tiba-tiba aku menyesal. Meskipun tak bertatap muka, tapi ada kedekatan yang membuatku merasakan tangisnya. Ikut larut dalam sedihnya. Seharusnya aku tak begitu. Biasanya selalu ada tawa. Ada celetukan ejekan. Tapi kini pilu menyelimuti. "jangan punya pikiran negatif tentang aku ya.. " "nanti kalau aku ingin telfon dek ary lagi boleh kan ?" "aku takut dek ary menghindar setelah mendengar ceritaku" Ah, teman... Kenapa harus ada kata-kata seperti itu ? Segitunyakah kamu menilaiku ? Tidak adakah pertemanan yang tulus tanpa syarat ? Aku katakan padamu, aku tak akan pernah berubah.. Semoga Allah mengobati laramu. Semoga tali yang ruwet segera terbentang. Semoga cepat ada jalan keluar. Ku katakan, aku tetap temanmu..
mungkin saya terlalu menyayangi hati
Untuk saat ini saya sedang berada diposisi dimana tidak membagi perasaan dan hati pada laki-laki itu membuat tenang. Entah sampai kapan. Saya juga tidak tahu.. Menggenggam sendiri hati. Melindungi sendiri hati. Menjaga sendiri. Bukan tidak mau membagi hati pada mereka, bukan pula tidak ada yang datang meminta hati. Hanya saja hati masih berhati-hati untuk membagi hati. Biar tidak terlalu sakit hati, katanya. Kecuali jika mereka datang dengan penuh keyakinan. Ada cinta yang datang dan pergi semaunya saja. Ada cinta yang datang dengan tergesa-gesa lalu pergi dengan tergesa-gesa pula. Ada cinta yang terungkap tidak sepenuh hati atau mungkin memang tak punya hati. Ada cinta yang tidak sabar menunggu jawaban, lalu pergi mencari yang lain. Mereka terlalu gampangan untuk berpindah hati. Mungkin saya terlalu menyayangi hati. Saya cuma punya satu hati. Tapi saya rela membagi setengahnya untuk mereka yang biasa disebut laki-laki. Sekali lagi, saya terlalu sayang dengan hati yang hanya satu. Saya takut salah membagi hati ini. Saya takut setengah hati ini jatuh pada mereka yang tak bertanggung jawab. Saya takut hati saya disalah gunakan, tidak dirawat, tidak dilindungi, disepelekan dan disia-siakan. Saya terlalu menyayangi hati yang masih belia ini. Saya hanya diberi satu hati. Untuk membagi setengahnya pada dia yang biasa disebut belahan jiwa. Bukan untuk dibagi-bagi dengan mereka. Saya takut hati saya tercecer dimana-mana. Ya kalau ada yang berbaik hati mengembalikan. Kalau tidak ? Bisa meninggalkan lubang. Saya hanya punya satu hati. Akan saya berikan setengahnya pada dia yang datang dengan penuh keyakinan dan ketulusan. Sembari menunggu dan menilai, saya merawat hati ini baik-baik biar tampak menarik ketika ada yang meminta. Dear hati, Jangan pernah bosan dengan kesendirian ya, itu lebih baik daripada harus melihatmu disakiti mereka. Nanti, kalau sudah ada yang benar-benar memintamu dengan ketulusan koordinasikan padaku ya.. hehe
sajak dungu tentang rindu
Hai, kamu. Yang selalu menyulam rindu untukku. Baik-baik di sana ya. Tidak adanya 'aku juga rindu kamu' bukan berarti aku tak merindukanmu. Hanya saja semua itu hanya tertahan di tenggorokan. Takut salah mengartikan, katanya. Hai, kamu. Yang selalu memahat rindu untukku. Jika sudah jadi pahatanmu, sempatkan waktu untuk bertemu. Berikan hasil pahatanmu untukku. Akan kusimpan baik-baik. Hai, kamu. Tapi awas. Jangan pernah bagi rindumu. Bahkan hatimu. Bertiga atau lebih itu sesak. Harus ada satu yang mengalah. Keluar. Tidak perlu aku katakan dengan ucapan, setiap rasa yang menggebu. Asal kamu tau aja, aku menyayangimu tanpa kata tapi, dengan sepenuh hati, tanpa takaran yang dibagi. Tapi tidak berlaku jika kamu curang !
tanggal 11, garis-garis seperti hujan
suara gemuruh yang menggelentar itu geluduk ya. seperti sapaan hujan. tanda ia akan datang. sopan sekali kau.. pantas saja tadi ku tengok langit tak ada yang centil sedikitpun. tak ada bintang. akhirnya, tanggal 11 turun hujan. tanggalnya sudah seperti hujan, garis-garis. hehe Boleh turun hujan, asal jangan mengagetkanku dengan gemuruhmu. Boleh turun hujan, tapi jangan sampai tergenang berlebihan, nanti banjir. Boleh turun hujan, tapi jangan mempora-porandakan. Turunlah.. Aku butuh sedikit dingin dan sejuk darimu. Biar nyenyak tidurku, gemericikmu meninabobokanku. Alhamdulillah.. Terima kasih.
Duh malam.. Lolongan anjing terdengar dengan jelas. Kini, tepat pada pertengahan malam. Listrik tiba-tiba padam. Bertambah sunyilah malam ini. Ada suara sunyi. Seperti apakah suara sunyi itu ? Sulit dijelaskan. Tidak ada penerangan di kamarku. Hanya cahaya dari handphone dan beberada bintang yang menghiasi atap kamarku, glow in the dark. Aku, yang sedari tadi belum juga terpejam ke alam mimpi, sekarang tambah gak bisa tidur. Bukan, bukan karena gelap. Tapi karena gerah. Rumahku berada di jarak yang tak jauh dengan tepian pantai. Tidak dingin, tapi puanas ! Ada suara kereta. Beberapa kendaraan melintas. Suara keypad berdetak sangat cepat. Aku sudah hafal. Tik tak jam pun kalah dengan lincah jemariku. Hahaha. Berdiam. Hendak menulis apa. Ada suara lagi. Cicak kah itu ? Di dalam sunyi begini, ternyata telinga bisa lebih tajam. Sengaja mp3 ku matikan. Hemat baterai beb.. He. Sengaja sekali aku mengotori wall teman-teman dengan tulisan nistaku ini. Membuat sampah pada kumpulan notesku. Peduli apa coba ? bodo amat lah. Mencoba terpejam beberapa kali. Tapi tubuh menggeliat. gerah. Lah lah, padahal dengan gerak cepat jemariku ini justru akan memicu energi yah.. Haha. Doh, sampe jam piro jal matine ?
Mungkin menulis (juga) bisa sedikit mengurangi beban.
Menyukai suasana malam seperti ini. Sunyi. Tanpa bising, hiruk pikuk aktifitas. Ini bukan suatu keahlian ketika telinga bisa mendengar dengungan nyamuk, pun dari jarak satu meter. Boleh dibilang ini soal kesepian. Rencana awal. Aku ingin tidur lebih awal supaya gampang terbangun di tengah malam. Mau melaksanakan sholat sunnah. Tapi siapa sangka, sudah (hampir) tengah malam mata enggan terpejam. Mungkin mata bisa dipaksa untuk terpejam, tapi hati tak bisa diajak kompromi. Duh Gusti, ada setan apa yang menggoda hatiku, membuatnya gundah, membuatnya resah. Hatiku memang rada sensitif. Menyukai suasana malam seperti ini. Ketika kekhusyukan mengingat-Mu bisa dicari. Ketika damai terasa dalam sepi. Ketika bintang-bintang tampak centil, cantik. Kali ini, lagu taubat dari mas Opick terdengar di telinga dan menusuk. Ada buku Terapi Penyakit Hati dari Ibnul Qayyim al-Jauzi dalam pangkuan (yang belum selesai ku baca). Tetiba ingin menulis ini, mungkin menulis (juga) bisa sedikit mengurangi beban. Membaca buku mungkin lebih baik dilakukan daripada harus melamun. Pada bab bab terakhir dari buku yang ada di pangkuanku, dengan judul 'asyik dalam kecenderungan' ada beberapa masalah cinta dibahas di sana. cinta..cinta..cinta ? hehe, aku ini juga manusia, itu wajar. Tapi bukan cinta seperti berkobar-kobarnya anak muda yang sedang ingin ku alami. Cinta yang seperti apa ? Cinta yang berhak dihalalkan. Mencintai dengan diam-diam itu tak semudah menuliskannya. He, aku ini bukan wanita modern yang mudah mengatakan cinta pada setiap pria. Hanya sendiri dan diam-diam saja hingga akhirnya sakit sendiri. Bodoh ya aku, padahal diluar sana--- he.. sudahlah tak usah dibahas panjang lebar. Aku hanyak tak ingin membagi hatiku pada banyak pria. Ada ketika perasaan yang tulus itu tak sejalan dengan keinginan. Entah ini jawaban dari doa yang membahagiakan atau malah menyedihkan. Tapi yang namanya jawaban dari Allah itu sudah pasti memberi kebaikan. Perasaan entahlah, yang sedang membahana ini. Ku katakan ini wajar. Selama bisa dikendalikan, kembali pada Allah swt. Semoga. Hee.. Sudah cukuplah, sudah banyak ngelantur dalam tulisan ini, sudah bingung mau nulis apa. Sudah cukup menumpahkan gundah di sini. Semoga resah tak terbawa sampai esok. Semoga lebih dilapangkan hati, dan belajar ikhlas. Semoga ada kabar menggembirakan untuk esok. Ilahi amin. Oia, pasti pada jam jam segini langit tampak cantik sekali, seperti banyak payet yang kerlap-kerlip, itu bintang. Ada dhruva juga di sana. Duh.. Pengen banget menikmati. Tapi.... Huft. Sudah ngantuk ? Belum juga. Huft. Dibaca lagi dah bukunya, sambil mendengarkan lantunan syahdu. Halah, pie le arep konsen jal..
kau tuliskan kesedihan, saat ku melihat ada genangan air di sudut matamu, serupa bolah mata yang berlapis kaca bening, lalu jatuh mengalir, jatuh berderai. kantung matamu tak mampu menampung. tlah kubaca air matamu. penuh di pipi. membahasakan kisah sendumu. dalam hatimu. berceritalah padaku, mungkin dukamu bisa berkurang, kawan.. kamu sahabatku. aku sahabatmu. berceritalah. aku tetap berada di sampingmu..
aku ingin menulis sebuah puisi
aku ingin menulis sebuah puisi. tapi bingung mau nulis apa untuk awalnya. aku ingin menulis sebuah puisi. hanya semakna kata dari ungkapan yang tak mudah ku sampaikan. aku ingin menulis sebuah puisi. bukan tentang duka dan lara. tapi sebuah makna rindu yang membara. aku ingin menulis sebuah puisi. untuk kamu.
jadi, kunanti gerimis saja
Aku sedang menunggu gerimis. Dari tadi kunanti, sesore ini tak juga berkunjung. Biasanya dia selalu datang, ah mungkin nanti malam. Aku keburu rindu. Rinduku terlalu menggebu, jadi, mungkin kunanti gerimis saja. Saat itu, Aku yang sedang berdansa di latar gerimis. Tubuhku begitu luwes. Kusaksikan Dia yang sedang tersenyum. Bukan senyum untukku. Senyum untuknya, yang berada di samping. Duhai pria tampan, Bisa kau lihat, remukan yang ada di genggamanku ini. Hatiku. Kau remukan dengan tampak brutal. Bisakah kau bedakan, mana air mataku dan mana gerimis yang hendak membasuhnya ? Jika air mata dan gerimis tampak bersama. Hey, kau ! Pencuri tengik ! Jadi, kunanti gerimis sesore ini. Sahabat yang tak pernah jera mengusap air mata ku. Meski aku berulangkali datang dan mengeluh. Aku punya banyak cerita untukmu. Akan kutuangkan amarahku bersama derai tangis. Dan kau tampak lembut membasuhnya.
cerita ini, biar aku dan senja yang tahu
Kepada senja, Kumohon.. Tetaplah memberi renda jingga pada langit. Kumohon.. Jangan pernah lelah mewarnai soreku. Kumohon.. Jangan lagi bersembunyi di balik lipatan cakrawala. Kumohon.. Kumohon.. Temaniku meniti air mata. Beri aku waktu lebih lama lagi. Untuk membagi gundah dan laraku. Mereka, mereka, mereka tak pernah mengerti. Temani sendiriku. Kepada jingga, di langit lepas pantai. Kusiapkan lentera ini. Jika nanti warna jinggamu telah lelah. Jika nanti senjaku dilahap malam. Aku akan pulang dengan lentera ini. Tapi kumohon, beri aku waktu lebih lama. Laraku tak ada yang mengerti.
oh, tampaknya hantu masa lalu sedang bergentayangan. SEPAGI INI ! apa perlu aku menjebakmu lagi di kedai sepi, lalu kubunuh kau secara lebih tragis ? aku tak menyukai kehadiranmu, mengerti ! apa ? oohh.. kau cuma ingin aku datang berziarah ke pekuburanmu ? haha.. nanti, kalau sudah waktunya. Nanti, aku akan datang menziarahimu bersama masa depanku. akan kubawakan kau sebungkus kamboja sebagai simbul kematianmu. untuk ku taburkan ke pekuburanmu yang sudah tampak mengering. sembari ku berkata pada masa depanku "dia bernama masa lalu, aku telah membunuhnya di kedai sepi". aku sengaja datang dengan masa depanku. supaya kau tak menggangguku lagi. ku tunjukkan bahwa aku telah bahagia ! bersabarlah.. sudah ! jangan mendatangiku lagi, pencuri tengik !
Malam itu, aku hendak menjebak masa lalu. Kupinta ia untuk hadir menemani sepiku. Kita janjian di kedai sepi. Kala itu malam telah rintik. Dan udara terasa dingin masuk ke lubang pori-pori. Itu yang ia sukai, memberi semangat ia untuk segera datang menemuiku. Ya, tak berapa lama ia datang. Berpenampilan rapi dan membawa sebungkus cemilan galau di tangan kirinya. Kita tampak beradu tawa. Kita bermesraan di kedai itu. Kita menikmati pertemuan itu. Kutuangkan anggur atau minuman keras ke dalam gelasnya. Sambil tertawa bersama, sembari menunggu ia mabok. Kurayu, lalu pelan-pelan kutusuk jantungnya dengan timah yang panas. Kutusuk berkali-kali. Kuarahkan ke hati, biar hatinya membusuk ! Sudah lama ku pendam dendam pada masa lalu ! Aku bingung. Apa yang harus aku lakukan setelah masa lalu tergolek lemah. Aku membunuhnya ! Esok hari, ketika matahari terbit, aku punya janji dengan masa depan. Aku harus mengubur masa lalu secepat mungkin. Untuk menghilangkan jejak. Aku khawatir masa depan memergokiku dan kecewa padaku. Aku takut masa depanku cemburu. Kuseret masa lalu yang telah ku bunuh ke pekuburan. Secepat mungkin, karena matahari sebentar lagi akan menggantikan subuh. Ku tandai nisan dengan nama kenangan. Ku tabur bunga kamboja di atas tanah yang masih basah. Kutinggalkan pesan untuknya. "Jangan khawatir. nanti, sekali-kali aku akan menziarahimu. Tapi ingat, cuma sebentar. Aku takut masa depanku merasa cemburu. Ini hanya bentuk penghormatanku bahwa kamu pernah ada" Selamat tinggal masa lalu, aku pamit dulu. Ada janji sama masa depan.
di bawah arak-arakan mendung, seekor kupu-kupu kebingungan mencari senja.
menuju tepian pantai, tempat di mana mereka sering bercengkrama.
hanya tangisan senja dan langit sendu yang dia temukan.
no title
Senin, 16 Mei 2011
masya allah.. aku berelindung pada Allah penguasa bumi dan langit dari segala yang merugikan benarkah kata cinta itu ? dari seseorang.
masya allah... kenapa aku jadi kepikiran begini, dan tiba-tida punya harapan pada dirinya
masya allah...
Ya Allah, Ya Rabbi... tolonglah hamba
betapa perasaan cemburu sedang memburuku.
Dimanakah hati yang kerap singgah di hatiku, Dimanakah aku yang dudlu teristimewa di hatimu, Dimanakah setia saat ku jauh Dimanakah cinta yang dulu kau sematkan Dimanakah bibir yang ucapannya dapat dipercaya Dimanakah ia singgah sekarang ? meninggalkan luka
Mei pertama
Minggu, 01 Mei 2011
Ini adalah mei pertama. Menulis pada menit duapuluhdelapan. Ini adalah mei pertama dimana rasa kantuk tak jua bertamu. Oia ! Barusaja aku mengingat sesuatu. Satu tahun yang lalu.. Sama persis satu tahun yang lalu, aku juga gak bisa tidur. Bukan.. Bukan karna insomnia. Tapi karena nanti (pada satu tahun yang lalu) pukul 06.00 pagi aku akan dioperasi. Sudah jelas, aku gak bisa tidur karena takut. Baca doa, dzikir berulang-ulang biar cepet tidur. Ternyata gagal. Tepat pukul 00.00 suster masuk kamar inapku "ary tidur dulu, nanti jam 04.00 harus bangun, mandi, sholat, trus nanti tak gantiin baju, diinfus lalu jam setengah enam tak kirim ke ruang operasi" kata suster. Suster.. Emang aku barang, pake dikirim-kirim gitu ? Hehe Mengingat waktu itu, sungguh lucu sekali. Saat masuk ruang UGD, saat milih kamar, saat ada 2orang yang meninggal dari kamar sebelah, saat gak mau diinfus ( "mau diinfus sekarang ?" kata suster. "nanti aja sus.. atau besok pagi aja" jawabku. haha), saat masuk ruang operasi. Maklumlah itu semua baru pertama kali kualami dan untuk terakhir kalinya saja. Amin. Kecuali kalau ngelahirin. Hehe.
|