perang
Jumat, 20 Mei 2011

Mengertilah, kata yang tersusun rapi ini buah dari kemenangan berperang. Mengalahkan gengsi, menyingkirkan ego dan membunuh malu.
Sebenarnya cukup sederhana.
Cukup mengambil handphone. Goyangkan jempol pada huruf R, I, N, D, U kemudian pilih options lalu send. Pastikan pulsamu masih tersisa.
Tapi belum juga dilakukan, gengsi sudah buru-buru membawa pedangnya, ego sudah mengepung dan malu membawa pasukannya untuk menyerang. Aku dikepung.
Aku dihimpit hingga susah bergerak. Diam saja.
Tapi tetap saja, otakku berputar kencang. Memikirkan bagaimana caranya lolos dari mereka.
Sudah lolos dari mereka bukan berarti bebas. Pada slide berikutnya datang rasa cemas memburu. Cemas-cemas menunggu balasan darimu.
Tiap kali dering handphone berbunyi, degup jantung terasa sekali. Aku menarik nafas untuk membukanya. Ada raut muka kecewa ketika mengetahui itu bukan dari kamu, kemudian tertawa. Menertawakan diri sendiri.
Begitu sulitkah mengakui rindu ?
Hanya sekedar dia mengetahui bahwa kita merindukannya. Apakah itu suatu kesalahan besar ?
Seperti anak kecil yang ketangkap basah mencuri mangga di rumah pak RT. lalu bilang, "aku tidak mencurinya". Padahal mangga ada di tangannya.
Atau seperti orang yang bilang, "aku sudah kenyang". Padahal bunyi "krucuk krucuk" pada perutnya terdengar jelas di telinga.
Lalu, bagaimanakah nasib 'rindu' jika disembunyikan sedemikian rupa ?
