Rabu, 29 Juni 2011
Jika sedang rindu padaku, titipkan pada hujan
Hujan pandai mengantar rindu,
Jika sekarang sedang hujan dengan derasnya,
Apakah ada yang sedang yang merinduiku dengan teramat, sangat ?
Katakan, barangkali aku juga merinduimu
"di sini drama dimulai, di ruang hampa yang penuh kisah." |
About Me
Teman Ary dhruva
Past
- April 2011
Jadilah Teman Ary
Twitter Ary dhruva
|
Rabu, 29 Juni 2011
Jika sedang rindu padaku, titipkan pada hujan Hujan pandai mengantar rindu, Jika sekarang sedang hujan dengan derasnya, Apakah ada yang sedang yang merinduiku dengan teramat, sangat ? Katakan, barangkali aku juga merinduimu
Kamu memang tak berhati !
Rabu, 22 Juni 2011
Kamu pernah tau, bagaimana rasanya menyayangi seseorang dengan tulus, kemudian dengan tidak berhati mematahkannya secara keji ? Itu, yang pernah kamu lakukan padaku. Dulu. Kamu pernah tau, bagaimana rasanya orang yang pernah menyakiti hatimu begitu rupa lalu dengan mudahnya ingin kembali padamu, dia menyesal dan berjanji takan mengulangi lagi. Kamu tau, rasanya menahan perih ? Kamu memang tidak berhati !
selamat datang cinta
selamat datang cinta.... kubukakan pintu hatiku untukmu dengan senyuman kusambut kedatanganmu silahkan masuk, rumahku amatlah sederhana hanya ada ruang yang lapang dan satu surau di sampingnya ya.. mungkin kau bilang ini amat sepi tapi kuharap kau nyaman berada di sini sepi memang, tapi kuharap rasa nyaman menyelimutimu setiap saat seperti kalam Allah yang selalu menyelimuti hatiku terdengar dari surau di samping ruang cinta, kutunggu kedatanganmu, bersama sepucuk harapan singgahlah, menjadikan ruang ini tak lagi sepi pagi, siang, sore, dan menjelang malam, bimbinglah aku menghidupkan surau kecil ini mari bersujud dan mengharap pada Sang Ilahi semoga Allah meridloi berhenti mencari tahu karna rindu memburu hai.... luka berada di situ !! maka diam-diam saja, pura-pura buta dan tuli bodoh ! tinggalkan.... cepat !! biar dia mencari, menyesal meninggalkan hati yang tulus.
puisi
Sabtu, 18 Juni 2011
barisan sajak tanpa judul mulai berguguran, tertiup angin berterbangan lalu jatuh ke kertas putih, kemudian tergelincir di dalamnya, ia sadar lalu berfikir, bagaimanamenyeimbangkan, berdansa membentuk barisan abjad. puisi, seperti hidup. semarang, 12 juni 2011
suret tak sampai
Beberapa deret kalimat saling merapatkan kata. Berpikir keras. Bahasa jiwa mempuisikan kerinduan. Dibaca berulang-ulang, ok. siap dikirim pos maya. Tak ada sinyal yang terbaca, suratku membusuk dalam buku harian. Semarang, 17 juni 2011
Jumat, 17 Juni 2011
Tolong bukakan pintu, jangan mengintip terus di balik jendela. Boleh aku mampir sebentar ? Untuk memastikan, ada atau tidaknya aku di hatimu.
Rabu, 15 Juni 2011
Aku mengkremasi rindu, dan ketika menjadi abu, kutebar pada ladang yang sendu. Kamu.
hsaahhhh
kerinduan, atau kebencian membaur jadi satu mungkin kau tak tau, sebelum ini luka telah menganga tak berperih mungkin kau tak tau, sekian lama aku menyingkir sebab cinta jiwa ini luka, maka berhenti saja mengais cinta masa kini ini mungkin salahku, terlalu menganggapmu 'cinta' tapi tidak dari hatimu. hingga aku yang terluka cinta,,,,, aku membencimu !
Koki air mata
Masih saja aku diam tanpa suara. Seperti orang yang tiba-tiba mendapat kutukan menjadi batu. Seolah mati rasa. Mulut terkunci rapat. Stok oksigen seperti telah habis, hingga kudapati dadaku menggelembung dan hidungku kebingungan mencari udara. Waktu seperti mati. Jarum jam berhenti berdetak beberapa detik. Mungkin seperti dunia telah berakhir, seperti ada petir yang menyambar-nyambar dan langit gelap seketika, meskipun di siang bolong. Telingaku tak lagi mendengar semua yang kau bicarakan setelah itu, ganggang telefon tergeletak dengan lemasnya. Persendianku kaku. Darah mungkin sudah membeku. Seperti ada yang sedang melesatkan peluru pada ulu hatiku. pipiku basah air mata. *** Pertengkaran semalam belum juga dapat terpecahkan. Entah apa sebabnya. Aku, yang terlalu memburumu tuk berkata jujur. Sedang kau, masih berkutit dengan sgala rahasiamu. Entah apa yang kita perdebatkan sebenarnya. Jarum jam terus berputar, pelan-pelan bulan meredupkan neonnya, bintang-bintang pulang ke peraduannya. Sampai pada akhirnya ayam terbangun dan suara adzan menggelegar. Kita, masih terikat pada percekcokan. "besok siang aku telfon rumahmu saja, sayang. sekarang tidur dulu, aku ngantuk toh sudah pagi kita tak tidur semalaman" Seperti sedang melegakan hatiku untuk sekedar memejamkan mata sejenak. Setelah menunaikan sholat subuh, aku memang memejamkan mata, tapi tak pernah benar-benar tertidur. Dadaku serasa sesak terhimpit. Kau lupa sayang, bahwa perasaan wanita begitu sensitif, wanita seorang perasa yang handal. Entah, apakah ini suatu tanda akan adanya hal yang buruk atau tidak, tapi kuharap kali ini meleset. Kau sadari atau tidak, sikapmu terlalu aneh akhir-akhir ini. Dan aku, tidak juga sebentar mengenalmu. Waktu 2 tahun cukuplah lama untuk tahu tentang kau. *** Kring.. Kring.. Kring.. Buru-buru kugubetkan handuk ke tubuhku. Telefon berdering ketika aku sedang membasuh badanku mencari kesegaran. Kuharap itu tentang dia, janji semalam yang kutunggu-tunggu. Telefon kuangkat dengan sentimentil. Masih tampak sisa-sisa semalam. "iya sayang, aku selingkuh_________"tanpa basa-basi kau ucapkan itu. *** Tak satu katapun terucap dari bibirku. Aku menelan ludah bulat-bulat. Seolah aku hilang suara. Setelah kejujuranmu itu, telingaku seolah tuli. Padahal aku tau, kau masih mengoceh. Entah apa, aku tak lagi tertarik untuk mendengarnya. mungkin alasan sedang kau cuap-cuapkan. aku tak peduli. Cukup dengan kalimat itu saja sudah mencabik-cabik perasaanku. Dengan sangat terbata-bata, akhirnya aku bisa bersuara. "oo... jaadi seperti inii, balasannya ?" Kututup telefon dengan tangan gemetar. Aku tau, siapa wanita yang kau selingkuhi..
seikat kata maaf, kubungkus dengan pita
___dan, air mata yang pernah terbuang sia-sia sekarang kau ingin mengusapnya setelah benar-benar mengering ? ter-lam-bat ! *** Teruntuk seseorang yang menunduk pilu di sudut ruang hampa, ku berikan seikat kata maaf yang tlah kubungkus dengan pita, supaya kau lebih kuat sebab sebuah penyesalan. Berapa kali lagi harus ku katakan "lupakan aku !" Sekarang kukatakan, "pergilah... sia-sia kau tetap di situ. tak ada pengaruh, ada atau tidaknya penghuni penggantimu. kau pernah mengenal hati yang jera ? mungkin kau lupa akan hal itu" Pergilah dengan sebungkus maaf dariku. Terimakasih ya..
pertemuan atau perpisahan ?
terminal keberangkatan itu menyakitkan ya, seperti merampas kebahagiaan, tentang perpisahan. lebih kusukai, terminal kedatangan, seperti penantian yang begitu lama dan menjemukan, lalu sirna terbawa angin ketika bus mulai datang. Pertemuan.
Mungkin kamu lupa, di mana meletakkan aku di hatimu
Kamis, 09 Juni 2011
Ah. Iya. Itu kutipan dari status fb saya, beberapa hari yang lalu. Saya bukan sedang kehilangan atau meninggalkan. Hanya, tiba-tiba saja kepikiran hal itu, saat saya kebetulan kehilangan buku diary saya. *norak ya, masih pake buku diary ?* *bodo !* *ok. Fokus ke pokok cerita lagi* Kemudian setelah beberapa jam mencari, ngubrek-ubrek sana-sini, jumpalitan sampai kolong meja. Kemudian dengan mata berbinar-binar saya menemukan buku diary tersebut di tumpukan baju dalam almary saya. Ternyata saya lupa meletakkannya, waktu itu saya mau pergi ke bogor, dan satu-satunya barang yang saya amankan Ada pada beberapa halaman--sebenarnya, lebih di awal halaman-- dalam buku itu. Saya mensejarahkan saat-saat saya dengan Mungkin seperti itu, akhirnya saya mengatakan. "mungkin kamu lupa di mana meletakan aku di hatimu"
Yang tak terlihat
Boleh aku duduk di sebelahmu ? Aku janji takan mengganggumu, selama kau mau Aku akan diam saja di sampingmu, Membaca air matamu Menyimak lamunanmu Mengeja tawamu Mendengarkan keluh kesahmu Merasakan desir aliran darahmu Silahkan bercerita padaku Kadang-kadang dengan tatapan kosong Kadang-kadang ada ngilu di ulu hati Kadang-kadang ada tarikan nafas yang berat Aku tau, Semua bukan tentang aku. Seekor burung baru saja membisikkan kabar kepadaku Engkau Tapi aku tetap di sini Ya, tetap diam saja. Kecuali kau ijinkan aku menghiburmu, jika kau minta. ____dan, jarak terjauh itu seperti ini. "ketika kita bersama, tapi kamu dengan pikiran yang berbeda"
gerimis
Rabu, 08 Juni 2011
seperti ini rasanya jatuh cinta padamu
seperti ini rasanya jatuh cinta padamu membuat langkah ke depan tak lagi samar menjadikan warna hitam terpulas crayon warna-warni menjadikan musim selalu hangat menjadikan langit penuh arak-arakan burung emprit di bawah gundukan awan putih menjadikan seduhan teh di pagi hari terasa lebih nikmat dan masih banyak lagi seperti ini rasanya jatuh cinta padamu degup jantung berdetak satu juta kali lebih cepat dari biasanya tak lagi satu ketukan berirama menjadikan melodi nyanyian rindu-rindu bait-bait keindahan kemudian pena dengan tergesa-gesa mensejarahkan seperti ini rasanya jatuh cinta padamu seperti tidur di atas kapas yang ringan dan empuk tak ada lagi beban yang menggantung di masa lalu seperti ini rasanya jatuh cinta padamu menyenangkan———— menyenangkan. ♥♥
keluhan rindu
pada bait-bait rindu yang sering kita titipkan lewat doa, kita tiupkan lewat udara, pada malam. jarak adalah salah satu yang digemari rindu. kita, kata-kata menjadi saksi, bagaimana ia sering kedapatan diperdaya kita. mengeluh. lewat beberapa baris kalimat, pesan yang terkirim lewat ponselmu. keluhan rindu.
tatapmu membungkam mulutku
aku. dia. berada pada satu ruang berhadapan saling pandang. dalam keadaan hening yang diciptakan sendiri. sama-sama diam saling berpandang dengan gaya berbeda. seperti ada yang ingin terucap, tapi mulut terkunci seketika. dia, entah dengan perasaan entahnya yang tak kuketahui. aku, dengan perasaan melambung dan gaya salah tingkahku ketika mata elangnya menatap. menciptakan suara batuk yang dibuat-buat. memang sengaja. semoga tak ada orang lain di sekitar sini selain aku dan dia. kalaupun ada, semoga mereka tak mendengar gaduh ini. gaduh dalam ruang hatiku. semakin keras semakin kencang. kututupi dengan batuk buatan. seandainya bisa, ingin aku melepas jantungku sebentar, entah kuletakkan dalam tas, dalam saku atau kutinggal di rumah, kuletakkan dalam laci. suaranya begitu gaduh saat aku dan dia harus berada pada jarak yang sepenggal. mungkin ini imbas dari rindu yang semakin menebal, karna jarak yang sudah terpotong kemudian bertemu pada titik di mana rindu harus dilepaskan. "aku cuma mau kamu, selamanya" aku ingin membalas ucapannya. tapi tatapan mata elangnya membungkam mulutku. mataku berbicara lebih bawel. jantungku berbicara lebih gemuruh. tapi hanya mengucap sepatah kata dari mulut saja aku tak mampu. mungkin hanya dengan satu kecupan di pipi. semoga dia mengerti.
semua tentang kamu
ada ingatan yang aku bawa ke mana saja ada rindu yang kupikul dengan langkah gontai ada perasaan yang sengaja aku letakkan dalam ruang hatiku tentang kamu mungkin aku mencintaimu tak peduli apa perasaanmu aku, selalu berbicara pada Allah membicarakan apa saja tentang kamu memohon restu pada-Nya punya harapan lebih tentang kamu
hati
Sesekali meletakkan hati ke dalam kardus yang gelap. Mungkin seperti menghukum, tapi tidak. Biar..biar hati belajar. Belajar menikmati kegelapan. Belajar melihat dalam kegelapan. Hingga mungkin akan ada cahaya yang diciptakan sendiri. Biar belajar mensyukuri sedikitnya cahaya. Biar belajar kuat dalam kegelapan !
Rindu pada dia, kota yang berbeda
Pada malam, Saat syair-syair indah tercipta Ditiupkannya bait demi bait kerinduan Semoga anginku sampai pada kotamu Di kotaku, Segala keindahan langit sedang menghibur penatku Kau tahu ? Bintang-bintang tampak acak membentuk rasi Bagaimana di kotamu ? Tataplah langit sayang, Semoga kita tertuju pada bintang yang sama Iya, yang tampak sedang sendirian Tapi tampak terang di antara yang lain Pada jarak yang memberi sekat bernama rindu Pada tatap mata yang tak terjamah Ruang yang berbeda Semoga rindu sampai di kotamu
o1.o6.2o11 di waktu senja
Senja di awal bulan enam Jingga merona di batas langit barat KeagunganMu duhai penguasa langit Seluruh raga ini merindukanmu Duh Gusti, Mata, lidah, tangan, kaki, hati, pikiran Ampuni diri yang tak pandai menjaga titipan dariMu di ragaku Segala yang mungkin lebih mengikuti bisikan syaiton daripada lebih berpegang teguh padaMu Mereka yang akan berkata ketika bibir membisu di hari nanti Ya Rabbi,, Ampuni taubat kami Diri rindu belaianMu Jaga rindu ini jaga cinta ini jaga iman ini Supaya pantas mendapat balasan cinta dariMu
perpisahan
Yang ditinggalkan dan yang meninggalkan Hanya untuk beberapa waktu saja Pada jarak yang memberi sekat, Semoga masih ada pertemuan
terminal
datang dan pergi. pulang dan meninggalkan. ada yang bahagia dalam penantian menunggu yang kembali. ada juga lambaian tangan melepas. Terminal, sebagai saksi bisu.
mencari Allah
....dan, pada malam. Ku telusuri sunyi. Orang bilang, carilah Allah pada pertigaan malam Di mana Allah ? Ku dapati lutut yang menyentuh sajadah Dan tangan, menengadah Pipi yang basah air mata Pengharapan dosa segera sirna
Ada yang menetes di pipi ?
Senin, 06 Juni 2011
kawanan hujan tergeletak di jalan, membaur jadi satu. ada yang menjadi embun pada kaca mobil, menempel, rekat. satu dua jatuh, lalu tergelincir. seperti sedang main prosotan, kakikakinya berselancar menuruni kaca yang sedang ku tatap. Ya.. di luar sudah hujan sejak satu jam yang lalu. Lalu kurasakan pipiku basah kuyup. Ku kira ada atap yang bocor. Atau mungkin air mata ?
Menunggu pesan darimu
Ah. Kau pasti bohong ! Senja yg jadi saksi, kau tak kunjung memberi pasti. Hanya bercuap-cuap lewat baris kata. Menguap. Sia-sia. Mana .. Balas pesanmu ku tunggu dengan getir. *blurp blurp blurp* Bukan kamu.
Pertemuan
Dari awal saya percaya, bahwa tak ada satupun pertemuan yang berbau kebetulan. Semua sudah diatur, dan Allah pandai merencanakan. Setiap kali saya bertemu dengan orang baru, yang (memang) sengaja diatur atau suatu kebetulan, saya selalu berfikir "entah saat ini atau lusa pasti ada sesuatu yang Allah rencanakan, yang pastinya berhubungan dengan orang ini" terkadang saya juga berfikir kenapa harus dipertemukan dengan orang ini ? Pasti ada maksud. Entah____ Untuk sebuah pertemuan tiga tahun yang lalu. Entah kenapa saya selalu berfikiran bahwa "terkadang orang yang (bagiku) tepat datang di saat yang tidak tepat" dan itu kamu. Mungkin menurutmu, saya terlalu PeDe, tapi menurutku itu teramat manis. Setidaknya untuk dikenang. Begitu banyak tentang kamu yang masih melekat di pikiran (kenangan) saya. Misalnya, Parfum kamu, ya.. blue emotion. Lagu hitamnya andra and the backbone. Bulu tanganmu yang tumbuh lebat. Ulang tahun yang jatuh di bulan yang sama. Baju, tas, motor, bakso, kaca mata dan senyum kamu. Jika dengan sengaja diingat, semua masih sanggup kuingat dengan jelas. Debar jantung kala itu, terkadang masih terbawa. Tapi bukan lagi debar cinta seperti dulu, sekarang lebih berbeda, entah apa namanya. Saat-saat penantian adalah saat dimana hati dilatih untuk mengikuti sebuah permainan seperti bermain roller coaster. Terkadang naik tinggi setinggi-tingginya, lalu turun dengan jantung yang teramat berat, dengan desir aliran darah yang entah, lalu merasa lega lagi dengan alur yang flat. Seperti itulah cinta yang hanya terpendam diam-diam. Diam dalam doa. Dan, menunggu adalah kalanya mencinta, suatu hal yang membosankan. Sangat membosankan. Saya adalah orangnya. Orang yang tidak punya urat kesabaran yang lebih. Ya.. Menunggu berlama-lama akan membuat saya menyerah untuk menunggu. Menunggu yang tidak pasti tepatnya. Keyakinanku saat itu goyah. Dan saya memilih untuk balik arah. Ya.. Saya memilih untuk menyerah. Menyerah itupun setelah menanti yang teramat lama tanpa kepastian. Karena saya pikir memutuskan untuk terus menanti adalah suatu hal yang sia-sia. Saya tau, menyerah adalah pilihan yang salah. Tapi menunggu tanpa kepastian itu sangat membosankan. Saya memilih pergi dan jatuh pada hati yang lain. Seperti perumpamaan, saya adalah orang yang sedang menunggu bis di halte. Mungkin saya terlalu memburu waktu, jadi saya memutuskan memilih ojek. Setidaknya antara kita tidak ada yang saling memberi sinyal. Kita terlalu egois untuk membungkam perasaan masing-masing. Siapa yang harus disalahkan ? Diri sendiri. Waktu berputar, jarum jam bergerak maju, hari kian berganti. Tapi perasaan ? Saat saya memutuskan untuk pergi dan bersandar pada hati lain yang saya temui. Jawaban itu datang, kepastian itu nyata. Ya.. Setidaknya kamu mengakui perasaan itu. Perasaan yang terbungkam lama dengan diam-diam. Pun perasaanku. Ingin rasanya berteriak pada penjuru bumi. Agar semua tau. "KENAPA ORANG YANG TEPAT DATANG DI SAAT YANG TIDAK TEPAT !!" apa yang bisa saya berikan ? Hanya membuatmu kecewa dengan kejujuranku. Sekaligus kecewa saya pada pe-nyerah-an. Andai kamu tau, andai semua tahu. Tapi tak semudah itu bermain-main dengan perasaan. Entah mengapa berpisah, di saat jalinan mulai terbentang. Ya, kita hanya bisa menyesali. Menyesali keegoisan membungkam perasaan. Bahwa kamu takut hubungan kita yang saat itu, layaknya saudara kakak dengan adiknya akan berubah. Karena perasaan entahmu. Begitu alasanmu, Begitupun aku. fuuhhh, boleh aku menghela nafas sejenak ? Dan.. Akhirnya. Waktu pernah berpihak pada kita. Ada cinta yang terjalin. Ada debar jantung yang sama. Titik aduhku berhenti di kamu. Mungkin ini maksud dari pertemuan itu. Pertemuan yang menurutku konyol. Haha. Segala tentang kamu, tentang kita adalah keindahan. Meskipun jalinan tak bertahan lama. Di situ, saya pernah belajar tentang mencinta yang tulus. Terkadang dalam diam. Terkadang dalam cemburu buta. Tapi ketahuilah, semua indah. Belajar menanti dalam doa. Begitulah sesungguhnya cinta. Kepada sebuah pertemuan tiga tahun yang lalu. Cinta pertama. Saya hanya tersenyum mengenangmu, mengenang kita. Hal termanis yang pernah kutemui. Hal teromantis adalah saat kita datang ke masjid bersama, pada waktu maghrib, waktu setelah kita buka puasa. Terima kasih untuk semuanya :) NB: tulisan yang tersimpan lama di notes hp.
Sesayat luka
..kemudian hujan datang begitu deras. aku pulang menyusuri ilalang. tak perlu kau antar, mungkin akan lebih baik. Kini Hati bagai tersayat sembilu. Duhai hujan. Basuhlah air mataku. Basuhlah kesedihan. Turunlah lebih deras. Biar aku menari, merentangkan tangan, berputar-putar. Masuklah lewat pori-pori. Sampai dalam, air mata lebih menderas di sana. Seperti apa aku gambarkan. Sebuah kedustaan yang terlihat persis di depan mata. Buang maafmu ! Tak semudah menghapus air mata. Tak perlu ada sujud. Aku bukan Tuhanmu. Sesayat luka. Sesayat luka. Sesayat luka. Biar waktu menjawab dengan bahasa karma
Jatuh ♥
Jatuh cinta. Kau tahu, aku mulai menuliskan kata itu (malu-malu). Hi..hi.. Lantas aku tersenyum-senyum sendiri membacanya. Kau tahu, aku serupa anak kecil yang sedang mencuri uang dalam dompet ayahnya, lalu mengatakan dengan jujur saat ditanya oleh ayahnya, "iya, aku yang mengambil uang ayah" dengan menundukkan kepala. Dan takut-takut menunjukkan uang dalam genggaman yang sebelumnya kusembunyikan di balik punggung. Jangan tanya perasaanku saat itu, aku tidak tahu. _________entah. Kau mungkin lebih tau tentang perasaan ini. Dan aku, tak pandai mengungkapkannya. Percayalah, seperti ini perasaan dari hati yang sebenar-benarnya. "kenapa ?" "ke...na...pa ?" "kenapa tak mengatakan dengan jujur saja, kalau suka ya bilang suka" Aku tersenyum. Lagi-lagi aku tak pandai menjawab. "aku takut" kau harus tau, aku takut mengungkapkan 'cinta' pada orang yang benar-benar aku cintai. Dan, aku orangnya. Yang sedikit berhati-hati. Aku lebih menyukai membicarakanmu di belakang. Kau tau, namamu adalah doa yang tak pernah alpha antara pembicaraanku dengan Allah. Aku sering membicarakanmu dengan Allah. Aku hanya ingin menyukaimu dengan sederhana. Aku suka kamu suka dan Allah setuju. Itu saja. Katanya jatuh cinta berjuta rasanya. saking banyaknya rasa yang terkandung di dalamnya, tak satupun aku mampu mengungkapkannya. Aku seperti tak pernah merasakannya. Bukan, bukan 'tak pernah' merasakan. Lebih tepatnya aku lupa. Aku lupa jatuh cinta. Aku pernah merasakannya. Tapi dulu. Dulu. Dulu, sebelum aku sering menepisnya. Sekarang.... Aku harus mengucapkannya dengan lirih bahwa aku takut. Dan, ketika aku mulai jatuh cinta. Akan aku bisikkan pesan pada hati, "kau jangan jatuh terlalu dalam, karena akan semakin sulit aku menarikmu keluar" Dear hati, siapa laki-laki yang pandai mengambilmu dariku ? Tolong sampaikan padanya, jangan coba-coba dia menyakitimu karena dia akan menyesal melukai hati yang tulus.
Di balik jendela
Di balik jendela ini, aku selalu menunggu ayah datang menjemputku. Di rumah nenek. Aku ngiri ketika melihat teman-temanku bermain dengan ayahnya. Digendong, dibonceng sepeda, main layang-layang, mencuci mobil, memotong rumput dan membaca. Sudah delapan bulan aku tinggal di rumah nenek. Waktu itu minggu sore, ibu buru-buru mengajakku ikut dengannya, meninggalkan rumah. Ibu tidak memberikan alasan. Ibu menangis ketika aku bertanya tentang ayah. Jadi aku diam saja, aku tak ingin ibu menangis. aku yakin ayah pasti menjemputku. Memangnya ayah tidak kangen apa ? Pasti ayah kangen. Makanya aku harus jadi anak yang sabar.. sabar menunggu ayah. Waktu itu umurku lima. Ayah sayang sekali padaku. Aku tau itu. Ayah selalu membelaku ketika teman-teman cowokku menakaliku. "ayah, memang anak cowok itu beraninya cuma sama anak perempuan ya ? Aku sebel yah !" Ayah cuma bilang, "jangan takut, kan ada ayah" diucapnya sambil mengusap air mataku. "jadi anak perempuan jangan suka cengeng ya.. harus kuat ! juga sabar" kata ayah kembali. "he-eh" jawabku mengangguk. Betapa aku bahagia, memiliki ayah yang baik. Aku anak perempuan yang merasa dilindungi ayahnya. Sedangkan ibu, ibu adalah sosok yang lembut. Sekalipun ibu tak pernah memarahiku. Mungkin karena aku anak satu-satunya, mereka melimpahkan kasih sayangnya padaku. Beberapa saat sebelum ibu mengajakku ke rumah nenek. Aku belum paham tentang ini. Kudengar ayah dan ibu sedang berteriak-teriak. Pernah kulihat ayah memukul tangan ibu, ibu berteriak, ayah juga. Kemudian ibu menangis. Aku tak mengerti apa yang sedang terjadi. Rumah menjadi gaduh. "sudah ! Biar aku dan clara yang pergi dari rumah ini. Biar kau bisa senang-senang dengan perempuan brengsek itu" Itu pertama kalinya aku mendengar ibu marah dan berteriak. Kemudian Ibu menghampiriku (yang sedang berdiri di depan pintu kamar mereka), memeluk lalu menciumiku. Tanpa mereka sadari, aku sedang menyaksikan mereka. Ibu menangis. Dari balik jendela ini, aku juga sering mengintip-intip tetangga yang sedang bermain-main dengan ayahnya. Aku kepengen nangis, tapi kata ayah, anak perempuan gak boleh cengeng. Aku telan mentah-mentah air mataku. Aku, yang dulu ceria, jadi sering murung di kamar. Suka berbincang-bincang pada ruang kosong, pada boneka bear, pada guling, pada patung mr.bean, pada jendela, pada tembok, pada gerimis. "ayah... Jemput aku dan ibu. Ibu sering menangis. Ibu tak doyan makan. Ibu tak pernah (bisa) tidur. Ibu sering murung. Juga aku. Apa ayah sudah tidak kangen lagi ?" barusan aku berkata pada boneka bear. Aku pergi ke jendela lagi. Sedang ada gerimis. "ayah.... Clara kangen ayah. Pengen maen hujan-hujanan sama ayah, lalu mendapati ibu cemberut saat mengetahui kita basah kuyup" Mungkin tampak aneh, atau ada yang mengira aku gila. Setidaknya ini tampak lebih normal dibandingkan berbincang pada tembok atau pada ruang kosong. Seperti yang kulakukan akhir-akhir ini, semenjah ayah tak bersama. |
Total Pageviews
|