Sesayat luka
Senin, 06 Juni 2011

..kemudian hujan datang begitu deras.
aku pulang menyusuri ilalang.
tak perlu kau antar, mungkin akan lebih baik.
Kini Hati bagai tersayat sembilu.
Duhai hujan.
Basuhlah air mataku.
Basuhlah kesedihan.
Turunlah lebih deras.
Biar aku menari, merentangkan tangan, berputar-putar.
Masuklah lewat pori-pori.
Sampai dalam, air mata lebih menderas di sana.
Seperti apa aku gambarkan.
Sebuah kedustaan yang terlihat persis di depan mata.
Buang maafmu !
Tak semudah menghapus air mata.
Tak perlu ada sujud. Aku bukan Tuhanmu.
Sesayat luka. Sesayat luka. Sesayat luka.
Biar waktu menjawab dengan bahasa karma
