Senja yang kau suguhkan untukku
Sabtu, 13 Agustus 2011

Aku berdiri dengan canggung tepat berada di sampingmu. Sedang menjajakan jus di waktu sesaat sebelum buka puasa. Bersama ke-empat kawanmu yang berjajar di baris kita, sedang teman yang lainnya memilih duduk di bangku yang juga telah kita sediakan. Sesekali kudapati mata elangmu mengarah padaku.
Ketika langitsore mulai oranye jingga dan mulai terbias menjadi warna-warna yang sama di langit. Adzan maghrib berkumandang megah di masjid tengah kota. Alhamdulillah, sudah waktunya berbuka puasa.
Seketika, suasana penuh dengan tawa riuh. Sedangkan aku, sibuk berkutik dengan telepon genggam yang tak sedikitpun lepas dari perhatianku. Bukan apa, ini hanya caraku menyembunyikan rasa canggungku.
"mas ukinya jangan diduain dengan hempon terus atu mbak.. hehe" celetuk dari salah satu temanmu yang mengalungkan tasbih di lehernya, mengagetkanku.
Kemudian, bisikanmu jatuh tepat di telingaku, "asal tidak hatimu saja yang berpaling"
Kemudian hening.
Entah apa, akupun juga kaget dengan kata-katamu. Hanya dengan sebuah handphone lantas kau cemburu. Kemudian kugenggam erat tanganmu. Semoga apa yang kurasa di hati bisa tersalur ke hatimu.
Selesai sholat maghrib berjamaah, tubuhku terayun pada rumah makan cepat saji. Suasana masih terasa hening, setidaknya antara aku dengan kamu. Entah karena grogi atau cemburu yang tak juga usai. Padahal kalau bisa membuka pendengaran sedikit lebih tajam, dari tadi teman-temanmu sedang menggoda kita.
Tahu tidak, aku lebih memilih berjarak dengan tempat dari pada kita berdekatan tapi seperti berjarak seperti ini. Aku mulai sedikit kesal. Tapi tiba-tiba lututmu menyenggol lututku. Aku menengokmu, kamu melihatku. Dan, sekali lagi bisikan kau lontarkan untukku.
"kenapa diam aja daritadi ?"
"kamu juga diam, aku nunggu kamu bicara"
Kenapa harus saling menunggu ? Bukankah itu hal yang menyakitkan ?
Kamu masih ingat kan ? Kalau aku suka sekali memandangi langit senja. Kamu juga masih ingat kan ? Tentang bintang yang selalu membuatku jatuh cinta. Atau, tentang aroma petrichor yang selalu kutunggu dari hujan. Tentang bukit yang sering kau janjikan, di sana banyak bertaburan bintang yang begitu rupa. Celakanya sampai saat ini, aku masih mengingatnya.
Dan, tentang semua, pertemuan di senja itu, meskipun kerapkali degub canggung dan keheningan yang tak sedikitpun menghangatkan, tetap ada senyum lembut yang mengiringinya. Tak tau kan kalau dari tadi aku mencuri senyum-senyum sendiri ?
Terimakasih untuk renja yang pernah kau suguhkan untukku.
